Kamis, 23 Juli 2009

Jangka Jayabaya

Jangka Jayabaya

Disusun Oleh: Arif Hartarta

Prabu Jayabaya , Raja Kediri kedatangan tamu seorang pendeta dari Rum bernama Maulana Ali Samsujen yang amat dihormati kerena terkenel sakti, pandai meramal dan tahu akan hal-hal yang belum terjadi. Jayabaya bertguru padanya.
Sang pendeta menerangkan berbagai ramalan yang tersebut dalam Kitab Musarar dan menceritakan penanaman orang sebanyak 20.000 keluarga oleh utusan Sultan Galbah di Rum. Orang2 itu ditempatkan di pegunungan Kendheng., lalu bekerja membuka hutan, tetapi banyak yang mati karena gangguan makhluk halus, setan brekasakan dsb. Hal itu terjadi pada th. Rum 437. Sultan Rum memerintahkan lagi penanaman orang di pulau Jawa dan kepulauan lainnya dengan mengambil orang2 dari India, Keling, Kandi, dan Siam. Sejak penanaman orang yang kedua kalinya itu sampai hari kiamat kobra terhitung 2.100 th. Matahari lamanya atau 2.163 th. Bulan. Sang Pendeta mengatakan, bahwa orang di Jawa yang berguru padanya tentang isi ramalan hanyalah Ajar Subrata di Gunung Padang.
Beberapa hari kemudian Jayabaya menulis ramalan pulau Jawa sejak ditanami orang yang kedua kalinya hingga kiamat kobra, lamanya 2.100 th. Matahari. Ramalannya menjadi Tri-takali, atau 3 jaman, yaitu:

1. jaman permulaan disebut Kali-Swara. Lamanya 700 th. Matahari(721 th. Bulan). Pada waktu itu di Jawa banyak terdengar suara alam, gara2, geger, halilintar, petir serta banyak kejadian2 ajaib. Karena banyak manusia menjadi Dewa dan Dewa turun ke bumi menjadi manusia.
2. jaman pertengahan (Kali-yoga)700 th. Banyak perubahan pada bumi. Bumi belah menyebabkan terjadinya pulau kecil2, banyak makhluk yang salah jalan, karena orang yang mati banyak yang menjelma (nitis Jw).
3. jaman akhir (Kali- sangara) -700 th. Banyak hujan salah mangsa (musim) dan banyak kali dan bengawan bergeser, bumi kurang manfaatnya. Menghambat datangnya kebahagiaan, mengurangu rasa “nrima”, sebab banyak manusia yang mati masih tetap memegang ilmunya.

Tiga jaman tsb. Masing2 dibagi menjadi Saptama-kala, artinya jaman kecil2, tiap jaman rata2 berumur 100 th Matahari (103 th Bulan), seperti berikut:

1. Jaman Kali- Swara:
1. Kala- kukila 100 tyh dari th. 1 – 100: hidupnya orang seperti burung berebutan. Siapa yang kuat, dia yang menang. Belum ada raja, jadi belum ada yang mengatur.
2. Kala-Buddha (th 101-200). Permulaan orang Jawa masuk agama Buda menurut syareat Hyang Jagad Nata (Batara Guru)
3. Kala-brawa (201-300): orang2 di Jawa mengatur ibadahnya kepada Dewa, sebab banyak Dewa turun ke bumi menyebarkan ilmu.
4. Kala-tirta (th 301-400): banjir besar, air laut menggenangi daratan. Disepanjang air itu bumi menjadi belah dua. Yang sebelah barat disebut pulau Sumatra, lalu banyak muncul sumber air, disebut umbul, sendang, telaga dll.
5. Kala-swabara (th 401-500): banyak keajaiban yang tampak atau menimpa diri manusia.
6. Kala-rebawa (th 501-600): orang di Jawa mengadakan keramaian2, kesenian dsb.
7. Kala-purwa (th 601-700): banyak tumbuh2an, keturunan orang besar yang telah menjadi orang biasa menjadi orang besar lagi.

II. Jaman Kala-Yoga:
1. Kala-brata (th 701-800): orang mengalami hidup sebagai fakir.
2. Kala-drawa (th 801-900): banyak orang mendapat ilham. Orang pandai menerangkan hal2 gaib.
3. Kala-dwawara (th 901-1.000): banyak kejadian yang mustahil.
4. Kala-praniti (th 1.001-1.100): banyak orang mementingkan olah pikir.
5. Kala-teteka (th 1.101-1.200): banyak orang dating dari negri2 lain.
6. Kala-wisesa (th 1.201-1.300): banyak orang yang terhukum.
7. Kala-wisaya (th 1.301-1.400): banyak orang memfitnah.

III. Jaman Kali- Sangara:
1. Kala-jangga (th 1.401-1.500): banyak orang olah kehebatan.
2. Kala-sakti (th 1.501- 1.600): banyak orang olah kesaktian
3. Kala-jaya (th 1.601-1.700): banyak orang olah kekuatan untuk tulang punggung kehidupannya.
4. Kala-bendu (th 1.701-1.800): banyak orang senang berbantahan akhirnya berbentrokan.
5. Kala-suba (th 1.801-1.900): pulau Jawa mulai sejahtera, tanpa kesulitan, orang bersenang hati.
6. Kala-sumbaga (th 1.901-2.000): banyak orang tersohor pandai dan hebat.
7. Kala-surasa (th 2.001-2.100): pulau Jawa ramai sejahtera, serba teratur, tak ada kesulitan, banyak orang olah asmara.

Ramalan yang ditulis Jayabaya itu diseujui oleh pendeta Ali Samsujen, kemudian sang pendeta kembali ke negrinya diantar oleh Jayabaya dengan putra mahkota Jaya Amijaya di pagedongan sampai di perbatasan. Jayabaya diiringi oleh puteranya pergi ke Gunung Padang, disambut oleh Ajar Subrata dan diterima di sanggar semadinya.
Sang Ajar hendak menguji sang Prabu yang terkenal sebagai penjelmaan Wisnu, maka ia memberi isyarat kepada pelayan-nya agar menghidangkan suguhan yang berupa:1. kunir (kunyit) satu akar, 2. juadah satu takir (mangkuk dari daun pisang), 3. geti (biji wijen bergula) satu takir, 4. kajar (sebangsa ubi rasanya pakit memabokkan) satu batang, 5. bawang putih satu takir, 7. kembang melati satu takir, 8. kembang seruni satu takir.
Ajar subrata menyerahkan hidangannya itu kepada sang Prabu. Seketika sang Prabu menjadi murka, menghunus kerisnya; sang ajar ditikamnya hingga mati, jenasahnya moksa/hilang. Pelayan-nyapun ditikam dan mati seketika.
Sang putra mahkota sangat heran melihat murkanyasang Prabu membunuh mertuanya (Ajar Subrata) tanpa dosa. Melihat puteranya sedih, sang Prabu berkata lemah lembut:
Ya anakku putera mahkota, janganlah engkau sedih karena matinya ,mertuamu, sebab sebenarnya ia berdosa terhadap Kraton. Ia bermaksud mempercepat berakhirnya para raja di tanah Jawa yang belum terjadi.
Hidangan sang Ajar menjadi perlambang akan hal2 yang belum terjadi. Kalau kusambut hidangan itu niscaya tidak akan ada kerajaan melainkan hanya para pendeta yang menjadi orang2 yang dihormati banyak orang. Sabda Prabu Jayabaya:
“Ketahuilah anakku, bahwa aku ini penjelmaan Wisnu Murti, berkewajiban mendatangkan kesejahteraan pada dunia, sedang penjelmaanku itu tinggal dua kali lagi. Sesudah penjelmaan di Kediri, aku akan menjelma di Malawapati dan yang terakhir di Jenggala, sesudah itu aku tidak akan lagi menjelma di pulau Jawa, sebab hal itu tidak menjadi kewajibanku lagi. Tata atau rusaknya jagad aku tidak ikut2 lagi, serta keadaanku sudah gaib.
Waktu itulah terjadinya hal2 yang diperlambangkan dengan hidangan sang Ajar tadi. Terdapat pada 7 tingkat kerajaan, alamnya berganti-ganti, berlainan peraturan. Wasiatkanlah hal itu kepada anak cucumu di kemudian hari.

1. Jaman Anderpati dalam jaman Kalawisesa, ibu kotanya pajajaran, tanpa adil dan peraturan. Pengorbanan-pengabdian orang kecil berupa emas. Itulah yang diperlambangkan dalam suguhan Ajar Subrata berupa kunyit,. Lenyapnya kerajaan kerena pertengkaran diantara saudara. Yang kuat menjadi-jadi kesukaannya berberang dalam tahun rusaknya Negara.
2. Jaman Srikala Rajapati Dewaraja, ibu kotanya Majapahit, ada sementara peraturan Negara. Pengorbanan-pengabdian orang kecil berupa perak. Itulah yang diperlambangkan juadah. Dalam 100 th kraton itu sirna, karena bertengkar dengan putra sendiri.
3. Jaman Hadiyati dalam jaman Kalawisesa. Disanalh mulai ada hokum keadilan dan peraturan2 negara, ibu kota kerajaan di Bintara. Pengorbanan-pengabdian orang kecil berupa tenaga kerja. Itulah perlambang suguhan yang berupa geti. Kraton sirna karena bertentangan dengan dengan yang memegang kekuasaan peradilan.
4. Jaman Kalajangga, bertakhtalah seorang raja bagaikan Batara, ibu kotanya di Pajang. Disanalah mulai ada peraturan kerukunan dalam perkara. Pengorbanan-pengabdian orang kecil berupa segala macam hasil bumi di desa. Itulah perlambang suguhan kajar sebatang. Sirnanya kerajaan karena bertengkar dengan putera angkat.
5. Jaman Kala-sakti. Yang bertahta raja binatara, ibukotanya mataram. Disanalah mulai ada peraturan agama dan peraturan perkara. Pengorbanan-pengabdian orang kecil berupa uang perak. Itulah perlambang suguhan bawang putih.
6. Jaman Kalajaya dalam pemerintahan raja yang angkara murka. Semua orang kecil bertabiat sebagai kera karena sulitnya penghidupan, ibu kotanya di Wanakarta. Pengorbanan-pengabdian orang kecil berupa uang real. Itulah perlambang suguhan berupa kembang melati. Kedudukan raja diganti sesama saudara karena terjadi kutuk. Hilanglah manfaat bumi, banyak manusia menderita, ada yang bertempat tinggal di jalanan, di pasar. Sirnanya kraton karena bertengkar dengan bangsa asing.
7. Jaman Kalabendu di jaman raja Hartati, artinya yang menjadi tujuan manusia adalah harta. Terjadilah kraton kembar di Pajang-Mataram. Pengorbanan orang kecil berupa macam2: emas, perak, padi, beras dsb. Itulah perlmbang suguhan serunai. Makin lama makin tinggi pajang orang kecil, berupa senjata dan hewan ternak dsb, sebab Negara bertambah rusak, kacau keadilan raja, sebb pembesar2nya bertabiat buruk, orang kecil tidak manghormat. Rajanya tanpa keadilan, karena tak ada lagi wahyunya: banyak wahyu setan, tabiat manusia berubah-ubah. Perempuan hilang malunya, tiada kangen pada anak saudara, tak ada berita benar, banyak orang melarat, sering ada peperangan, orang pandai bijaksana terbelakang, kejahatan manjadi-jadi, orang berbuat kejahatan tetap menonjol, tak bisa dilarang, banyak maling menghadang di jalanan, banyak gerhana matahari dan bulan, hujan abu, gempa perlambang tahun, angin puyuh, hujan salah musim, perang rusuh2an, tak ketentuan musuhnya. Sirnanya raja karena bertentangan dengan saingganya. Lalu datanglah jaman kemuliaan, disaat itulah pulau Jawa sejahtera, hilang segala penyakit dunia karena datangnya raja yang gaib, yaitu keturunan utama disebut Ratu Amisan karena sangat hina dan miskin. Berdirinya tanpa syarat sedikitpun, bijaksana sang raja. Kratonnya sunyaruri artinya sepi tanpa sesuatu sarana, tidak ada suatu halangan. Waktu masih dirahasiakan Tuhan, ia tidak berharga, banyak orang tak mengetahuinya. Kehendak Tuhan membikin balik keadaan, ia menjadi raja bagaikan pendeta, adil paramarta, menjauhi harta, disebut Sultan Herucakra.

Datangnya ratu itu tanpa asal, tidak mengadu bala manusia, prajuridnya hanya Sirullah, keagungannya berzikir namun musuhnya takut.. yang memusuhinya jatuh, tumpes ludes menyingkir, sebab raja menghendaki kesejahteraan Negara, keselamtan dunia seluruhnya.
Ratu Adil berkerajaan di bumi Pethik dekat dengan kali Ketangga, di dalam hutan hutan Pudhak, Kacepit di Karangbaya. Sampai kepada puteranya ia sirna, karena bertentangan dengan nafsunya sendiri.
Lalu ada ratu Asmarakingkin, sangat cantik jelita, menjadi buah tutur pujian wadya punggawa, beribu kota di Kediri. Tak lama kemudian ia sirna karena bertentangan dengan kekasihnya. Lalu ada 3 raja dalam satu jaman di bumi Kapanasan, Gegelang, Tembalang. Sesudah 30 tahun, mereka salingf bertengkar, akhirnya ketiganya sirna. Kemudian ada raja dari seberang (lain negri?) yaitu Nusa Srenggi kemudian dirubuhkan oleh keturunan Heru Cakra. Kemudian disebut Negara Ngamartalaya. Sampai keturunan yang ketiga sampailah umur pulau Jawa genap 2.100 tahun Matahari.
Ket: ramalan2 itu menunjuk kerajaan2: 1. Jenggala, 2. Pajajaran, 3. Majapahit, 4. Demak, 5. Pajang, 6. Mataram, Kartasura, Surakarta, 7. Surakarta, Yogyakarta.
Yang terakhir mengenai hal yang belum terjadi, ialah;
1. Negara Katangga Pethik, tanah Madiun
2. Katangga Kacepit Karangbaya
3. Kediri
4. Bumi Kapanasan
5. Gegelang (Jipang), Tembilang (dekat Tembayat)
6. Ngamartalaya
Demikian pokok inti ramalan Jayabaya tanpa disertai ulasan, ungkapan, perbandingan, kesimpulan dsb, hanya translit dari kitab aslinya yang tersimpan di perpustakaan nasional negri Belanda, Neder land dan sebagian di Museum Jakarta Radya Pustaka Jawa Krama.
Kutipan teks pendek terjemahan bebas: “hendaknya kau usahakan terlaksananya ramalan itu, yaitu dalam tahun Jawa 1877 = candrasengkala Wiku sapta ngesthi ratu = tuju orang pendeta menghendaki seorang raja.
Tahun ini cocok dengan tahun masehi 1945 yaitu hari kemerdekaan RI.

SABDA PAMASA
Pupuh Sinom

Bait 1-11:
Menceritakan rusaknya tanah Jawa yang dilambangkan “wewe putih” bersenjatakan “tebu wulung”. Kedua lambang tersebut tak lain tertuju kepada tentara2 Belanda/sekutu. Kemudian datanglah pertolongan dari “cahya brit mijil saking wetan”(cahaya merah dari timur) yang mengarah kepada lambing bendera Jepang. Jepang menduduki tanah Jawa selama 44 bulan. Setelah itu di ramalkan tanah Jawa akan “jumeneng ngadeg pribadi”= merdeka.
Tanah Jawa kembali rusak, begitu juga moral dan tabiat orangnya. Ditandai dengan sengkalan tahun bulan: (lawang sapta ngesthi aji = 1879 = 1957 M) penuh angkara murka, perang, bencana. Separuh orang Jawa binasa, yang ingin hidup harus dengan syarat: eling, suci batin, tobat dan menjalani ajaran2 para leluhur kuno. Mati di dalam hidup, hidup di dalam kematian.
Bait 12-19:
Menceritakan saat Brawijaya V masuk agama Islam dan ditentang oleh pamomong agung tanah Jawa. Brawijaya sangat menyesal (lihat sejarah runtuhnya Majapahit oleh Demak). Karena hal ini Sabdha Palon akan menuntut balas kepada orang Islam palsu setelah 500 tahun dihitung mulai hari itu. Runtuhnya Majapahit ditandai dengan sengkalan “sirna ilang kertaning bumi” (1400 caka = 1478 M). hal ini berarti 1478 + 500 th = 1978. pada tahun ini terjadi G 30 S/PKI pembantaian kejam.
Prabu Jayabaya meramalkan sampai 21 jaman, dalam tiap jaman berisi ramalan 100 tahun.

Ramalan2 pendek tentang JAMAN EDAN yang diambil dari metrum tembang:


1. akeh wong wani nglanggar sumpahe dewe
2. kali ilang kedunge
3. pasar ilang kumandhange.
4. wong ala kapujasing bener thenger2, sing laknat munggah pangkat
5. wong salah bungah, wong apik ditampik
6. wong duraka pinarcaya, wong lugu keblenggu
7. sing jirih ketindih, sing ngawur makmur
8. sing waras nggragas.
9. wong tani ditaleni
10. wong dora ura2, wong suci bilahi
11. tunggak jarak mrajak, tunggak jati mati
12. ratu dadi kawula, kawula dadi ratu
13. akeh wong mati kaliren ing sisihe pangan.
14. wong adil uripe kepencil
15. sedumuk bathuk, senyari bumi.
16. sarjana, sujana kontit
17. wadon ilang wadine
18. akeh wong wadon kumpul pada wadon
19. wong pinter diingel-ingel, wong bodho dikono-kono
20. akeh wong mendem donya lan pangkat
21. kang ikhtiar bubar
22. wong alim pepulasan, njaba putih njero langking
23. akeh wong mbadal janji
24. nulung kepenthung
25. wong sugih jirih
26. wong bebojoan njaluk pisah
27. akeh wong tan pracaya ukuming kodrat
28. maling lungguh, wetenge mblenduk
29. ukum agama dilanggar
30. wong momong mitenah sing dimong.
31. ana kreta tanpa kuda
32. pulo Jawa kalungan wesi
33. ana prau mlaku ing gegana
34. ana swara tanpa rupa
35. bumi mengkeret
36. jaran doyan mangan sambel
37. wong Jawa ilang jawane
38. wong Jawa kari separo
39. Cina-Landa kari sajodho
40. ratu murang sarak
41. ratu seneng duwe wanita akeh.
42. akeh omah neng nduwur jaran
43. keh bencana tan kanyana.
44. akeh wong adol ilmu
45. agama kanggo kekudhung, anuruti hardening napsu
46. wong sregeb kerungkeb.




Ramalan Sri Aji Jayabaya atas penguasa Jawa setelah Jaman kerajaan di Jawa

(Cri Maharaja Sang Apanji Jayabhaya Cri Warmecwara Maddusudhanawatara Sultrtasinghapakrama / Digjajotunggadewa nama)

1. Satria Kinunjara Murwa Kuncara (ksatria yang dipenjara, tetapi membuka kebebasan = kemerdekaan)
2. Satria Mukti Wibawa Kesandhung Kesampar (ksatria berkuasa dan berwibawa tetapi pada akhirnya tersandung dan tersampar)
3. Satria Jinumput Sumela Atur (ksatria yang hanya diambil/dipungut untuk menyela bicara)
4. Satria Lelana Tapa Ngrame (ksatria pengembara yang sedang bertapa/ruhaniawan)
5. Satria Piningit Hamong Tuwuh (ksatria yang bersembunyi dari pertapaan, kemudian keluar sebagai pemimpin karena hamong tuwuh dari keturunannya
6. Satria Boyong Pambukaning Gapura (satria yang berpindah tempat dan membuka gerbang kemakmuran)
7. Satria Pinandhita Sinisihan Wahyu (ksatria yang berjiwa brahmana, adil, tidak mementingkan duniawi sehingga sering disebut Ratu Adil “satria piningit”. Keadaannya masih dirahasiakan Tuhan. Datang dari puncak spiritual Illahi, bersenjatakan “Trisula Weda” (tiga ketajaman/kepercayaan kitab = Hindhu/Budha – Kristen – Islam), diikuti jutaan Gathutkaca (prajuri Sirullah/prajurit langit), didukung oleh Dewi bermahkota air dan matahari)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar