Kamis, 23 Juli 2009

KESENIAN SEBAGAI SARANA PENDIDIKAN BERBANGSA”

“KESENIAN SEBAGAI SARANA PENDIDIKAN BERBANGSA”

SALAM BUDAYA.
Saudara-saudaraku, sampai saat ini kesenian di negara kita masih dianggap sebagai sesuatu yang bersifat rekreasi, hiburan, bahkan ada yang menjadikanya sebagai salah satu bentuk klangenan saja. Kita sadar bahwa negara kita – Indonesia – memiliki jutaan data kesenian (wujud budaya dalam skala kecil) yang sebenarnya pantas diangkat ke kancah internasional. Masalahnya, siapa diantara kita yang mau dan mampu melakukannya? Inilah PR yang harus kita fikirkan bersama.
Beberapa masyarakat masih ada yang beranggapan bahwa seseorang yang menekuni pendidikan dalam bidang seni, maka ia hanya akan menjadi seniman, mahasiswa sastra akan menjadi sastrawan. Inilah mitos yang harus kita runtuhkan mulai detik ini! Seseorang yang tekun belajar bermain kethoprak, tidak harus menjadi seorang pemain tobong yang handal, seseorang yang tekun berlatih teater, tidak harus menjadi seorang aktor yang berkelana dari panggung satu ke panggung lainnya, seseorang belajar karawitan, belum tentu harus menjadikan dirinya sebagai niyaga, seseorang belajar mendalang, tidak musti ia harus menjadi dalang. Pemerhati dan penghayat seni yang telah saya sebutkan, paling tidak bisa menjadi manager kegiatan seni, bisa menjadi direktur produk-produk seni.
Lalu apa hubungan pendidikan berbangsa dengan kesenian? Saya berfikir bahwa diperlukan pemikiran yang bijaksana dari para pemimpin bangsa untuk memberikan tempat bagi kekayaan budaya bangsanya. Bangsa ini memerlukan pemimpin yang tanggap akan keadaan rakyat, bangsa ini memerlukan pemimpin yang peka akan firasat alam. Kemampuan-kemampuan seperti ini bisa dicapai dengan berlatih olah rasa, mengasah ketajaman intuitif. Aktivitas inilah yang dilakukan oleh seseorang yang belajar menghayati seni, ya, olah rasa. Para seniman atau kreator menginginkan segala bentuk keindahan, baik keindahan material maupun spiritual. Nah, jadi jelas bahwa begitu pentingnya pendidikan berbangsa melalui jalan seni, yaitu mencetak pemimpin berkualitas spiritual dan intelektual yang mumpuni. Keputusan-keputusan yang diambil akan selalu bersandar pada estetika dan kesejahteraan bersama. Dengan begitu, humanisme akan ditegakkan dengan kokoh. Kebijakan pemerintah dan peran sains akan lebih memanusiakan manusia.
Marilah kita tengok sejenak bapak-bapak bangsa yang ternyata hidup dalam penghayatan seni, hidup di bawah tobong dan tonil pertunjukan, seperti Bung Karno, Tan Malaka, Syahrir, dan lain-lain. Nama mereka, suara mereka – masih sejuk bersarang di telinga kita sampai detik ini. Marilah kita jadikan kesenian sebagai sarana pendidikan berbangsa, tentunya dengan pembinaan yang baik pula. SALAM BUDAYA. * Arif Hartarta *

Tidak ada komentar:

Posting Komentar